KONSEP KESENJANGAN DIGITAL
Konsep “kesenjangan digital” (digital divide)
pertama kali diperkenalkan dalam laporan The National Telecommunication and
Information Administration (NTIA)—sebuah badan pemerintah federal AS yang
mengurusi bidang telekomunikasi dan informasi.
Laporan tersebut memilah warga
negara ke dalam dua kelompok: mereka “yang memiliki” dan “tak memiliki” akses
pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Kesenjangan digital, sebagaimana
ditambahkan Steyn & Johnson (2011), tidak hanya berhubungan dengan akses
fisik (baca: infrastruktur). Kesenjangan digital juga berhubungan dengan
kesenjangan dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, gender, etnisitas,
geografis, dan demografis.
Persoalan kesenjangan ini terus mengiringi
perkembangan teknologi informasi. Terlebih bagi negara dunia ketiga, persoalan
ini adalah momok bagi pembangunan. Bahkan di negara maju sekali pun, dengan
masyarakat yang “melek” terhadap teknologi digital, hambatan dalam akses TIK
masih saja terjadi.
Meski jangkauan internet semakin luas, Indonesia
masih menyimpan berbagai macam persoalan. Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan paket kebijakan digital dengan mempercepat penetrasi internet di
seluruh Indonesia. Program Indonesia Digital Network (IDN) dihadirkan sebagai
solusi bagi konektivitas nasional. Tujuan program tersebut bukan hanya mendukung
digitalisasi masyarakat Indonesia, melainkan juga meningkatkan daya saing
masyarakat Indonesia dalam menjawab tantangan global yang sudah di depan mata,
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 adalah salah satunya.
Tentu, kebijakan ini patut kita apresiasi.
Sayangnya, kebijakan ini menempatkan internet sebagai semata-mata entitas
bisnis dengan hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi. Alih-alih
mengatasi ketimpangan akses internet, solusi konektivitas nasional melalui
penanaman investasi teknologi informasi malah berpotensi memperlebar
kesenjangan teknologi dan menciptakan eksklusi sosial.
Upaya mengatasi kesenjangan digital tidak cukup
dengan hanya menggelontorkan investasi infrastruktur secara besar-besaran.
Langkah ini memang terkesan membereskan seluruh persoalan, namun sebenarnya
masih menyisakan aspek-aspek penting lain yang tak tersentuh. Pertemuan World
Summit on the Information Society yang diselenggarakan oleh PBB telah
merumuskan solusi integratif dan berkelanjutan dalam mengatasi problem
kesenjangan digital, yakni dengan membangun infrastruktur TIK, membentuk
masyarakat informasi, dan edukasi TIK.
Kurangnya perhatian negara dalam edukasi dan
pembentukan masyarakat informasi ini ditambal oleh gerakan akar rumput. Gerakan
DEMIT adalah salah satu inisiatif yang digerakkan masyarakat desa melalui
pengembangan inovasi teknologi informasi berbasis open source. Gerakan
ini sukses menggerakkan lebih dari 300 desa di seluruh Indonesia untuk
berpartisipasi dan terlibat aktif pembahasan RUU Desa di akhir tahun 2014 silam
melalui video conference. Hingga saat ini, DEMIT terus
mengkonsolidasikan diri sebagai entitas pembangunan masyarakat desa. Selain
itu, salah satu inovasi yang cemerlang lainnya adalah program 1000 web desa
gratis dengan domain Desa.id yang semakin gencar belakangan ini.
Inisiatif warga tersebut menjadi bukti cara
mengatasi persoalan kesenjangan digital terutama yang berkaitan dengan literasi
dan pembuatan konten-konten digital. Inisiatif-inisiatif seperti ini banyak
berkembang di berbagai negara dan dikenal sebagai Community Technology Centers
(CTC). Servon (2002) bahkan menulis bahwa, “Orang-orang mulanya pergi ke CTC
untuk mendapatkan akses. CTC telah menjadi sebuah institusi komunitas baru.”
Inisiatif-inisiatif ini punya potensi besar untuk mengatasi ketimpangan akses
TIK, dan bisa dikembangkan menjadi kebijakan inklusi digital (digital
inclusion policies). Tujuan dari kebijakan tersebut adalah menciptakan knowledge
society yang menyelaraskan proses literasi dengan akses TIK.
Meski demikian, cara mengatasi persoalan
kesenjangan digital tidak cukup dengan rumusan kebijakan dan program yang hanya
menyasar pada kelompok masyarakat belum melek TIK. Pangkalnya, dalam beberapa
kasus dapat kita temukan fakta bahwa persoalan kesenjangan digital bisa terjadi
di kalangan masyarakat yang sudah melek sekalipun. Misalnya saja kelompok
masyarakat kelas menengah perkotaan yang sering terjebak kedalam situasi
histeria massa ketika mereka berinteraksi secara intens dengan internet
terutama dalam media sosial.
Pada konteks ini dapat kita lihat bahwa problem
penggunaan internet di Indonesia berkaitan erat dengan apa yang harus dan tidak
harus dilakukan. Fenomena seperti konten-konten media digital yang tidak
produktif, penyebaran berita-berita hoax, maraknya kriminalisasi warga
negara yang terjerat Pasal 27 Ayat 3 UU ITE dan rendahnya literasi adalah fakta
yang tak dapat dihindari dari persoalan kesenjangan digital di Indonesia.
Konsekuensinya, pada kasus-kasus tersebut, orang-orang yang kurang mengerti
atau tidak mengetahui ihwal literasi informasi dapat menggiring terjadinya
kekacuan karena larut dalam perilaku kolektif massa (trap from collective
behavior). Oleh karena itu, perlu pemahaman terhadap aspek literasi
dan penciptaan konten-konten digital.
Penggunaan internet di Indonesia sendiri masih
bersifat elitis dan tentu saja bertolak belakang dengan filosofi dasarnya yang
mengandaikan kesetaraan. Elitisme internet di Indonesia menyangkut sentralisasi
arus informasi yang terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ini menciptakan
ketidakmerataan dan kesenjangan dalam memperoleh informasi dan pengetahuan.
Bahkan di Pulau Jawa—termasuk masyarakat urban—masih ditemukan jurang yang
lebar dalam menangkap pengertian tentang TIK.
Kita ditantang untuk memiliki kecerdasan baru
dalam mengelola TIK. Misalnya dengan menaati asas-asas verifikasi karena
bagaimana pun, pada saat ini setiap orang berpotensi untuk tahu berbagai macam
hal melalui internet. Tentunya, internet harus dapat memberikan manfaat lebih
banyak bagi masyarakat tanpa meninggalkan siapa pun di belakang. Terakhir, kita
masih terus belajar tentang bagaimana cara menginstalasi TIK kedalam kehidupan
sosial politik kita.
PENYEBAB TERJADINYA KESENJANGAN DIGITAL
1. Infrastruktur
2. Kekurangan
skill (SDM)
3. Kekurangan
isi / materi (content)
4. Kurangnya pemanfaatan akan internet itu sendiri
1. Infrastruktur
Infrastruktur merupakan
sebuah fasilitas pendukung, seperti infrastruktur listrik, internet, komputer
dan lain.Contoh gampang mengenai kesenjangan infrastruktur ini, orang yang
punya akses ke komputer bisa bekerja dengan cepat. Ia bisa menulis lebih cepat
ketimbang mereka yang masih menggunakan mesin ketik manual.
Contoh yang
lain, orang yang mempunyai akses ke komputer dan ke Internet, otomatis
mempunyai wawasan yang lebih luas ketimbang mereka yang sama sekali tidak punya
akses ke informasi di Internet yang serba luas.
2.
Kekuranganskill(SDM)
Sumber daya
manusia sangat berpengaruh dalam dunia ilmu teknologi dan informasi karena SDM
ini menentukan biasa tidaknya seorang mengoperasikan atau mengakses sebuah
informasi.
3.
Kekurangan isi
(konten) materi bahasa indonesia
Content
berbahasa Indonesia menentukan
bisa tidaknya seorang dapat mengerti mengakses Internet, di Indonesia terutama
kota-kota tingkat pendidikan sudah lebih tinggi. Jadi, sedikit banyak sudah
mengerti bahasa Inggris. Sedangkan yang di desa, seperti petani-petani, mereka
masih sangat kurang dalam menggunakan bahasa asing (Inggris).
4. Kurangnya
pemanfaatan akan internet itu sendiri.
Berbicara
mengenai kesenjangan digital, bukanlah semata-mata persoalan infrastuktur.
Banyak orang memiliki komputer, bahkan setiap hari, setiap jam- bisa mengakses
Internet tetapi "tidak menghasilkan apapun".
Misal,
ada seorang remaja punya akses ke komputer dan Internet. Tapi yang dia lakukan
hanya chatting yang biasa-biasa saja. Tentu saja, ia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan
yang diberikan oleh teknologi digital. Itu artinya, kesenjangan digital tidak
hanya bisa dijawab dengan penyediaan infrastruktur saja. Infrastruktur tentu
dibutuhkan tetapi persoalannya adalah ketika orang punya komputer dan bisa
mengakses Internet, pertanyaan berikutnya adalah, "apa yang mau diakses?
Apa yang mau dia kerjakan dengan peralatan itu, dengan keunggulan-keunggulan
teknologi itu.
DAMPAK POSITIF dan NEGATIF KESENJANGAN DIGITAL
·
Dampak Positif
Dampak positif kesenjangan digital bagi sebagian orang
yang belum mengenal atau menerapkan teknologi adalah masyarakat dapat
termotifasi untuk ikut ambil bagian dalam peningkatan teknologi informasi.
Teknologi informasi merupakan teknologi masa kini yang dapat menyatukan atau menggabungkan berbagai informasi, data dan sumber untuk dimanfaatkan sebagai ilmu bagi kegunaan seluruh umat manusia melalui penggunaan berbagai media dan peralatan telekomunikasi modern. Dengan menggunakan berbagai media, peralatan telekomunikasi dan computer canggih, Teknologi Informasi akan terus berkembang dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan peradaban umat manusia di seluruh dunia. Kemajuan peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad informasi ini telah memudahkan manusia berkomunikasi antara satu dengan lainnya.
Teknologi informasi merupakan teknologi masa kini yang dapat menyatukan atau menggabungkan berbagai informasi, data dan sumber untuk dimanfaatkan sebagai ilmu bagi kegunaan seluruh umat manusia melalui penggunaan berbagai media dan peralatan telekomunikasi modern. Dengan menggunakan berbagai media, peralatan telekomunikasi dan computer canggih, Teknologi Informasi akan terus berkembang dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan peradaban umat manusia di seluruh dunia. Kemajuan peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad informasi ini telah memudahkan manusia berkomunikasi antara satu dengan lainnya.
·
Dampak Negatif
Dampak negatif kesenjangan digital adalah bagi mereka yang mampu menghasilkan teknologi dan sekaligus
memanfaatkan teknologi memiliki peluang lebih besar untuk mengelola sumber daya
ekonomi, sementara yang tidak memiliki teknologi harus puas sebagai penonton
saja. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin.
Kemajuan Teknologi Informasi itu terlahir dari sebuah
kemajuan zaman, bahkan mungkin ada yang menolak anggapan, semakin tinggi
tingkat kemajuan yang ada, semakin tinggi pula tingkat kriminalitas yang
terjadi. Kehadiran internet ditengah masyarakat menimbulkan dampak positif dan
Negatif, ibarat sebilah pisau, tergantung pemakainnya. Bila digunakan untuk
hal-hal yang benar dan bermanfaat akan sangat membantu menyelesaikan pekerjaan,
tetapi jika jatuh ditangan orang jahat akan membahayakan orang lain. Misalnya ;
Pembobolan Kartu Kredit, pembobolan kartu kredit (Credit Card Fraud)
dengan modus mencuri dan memalsukan kartu kredit. Perbuatan ini menimbulkan
kerugian pada pemilik kartu Bank penerbit bahkan merugikan Negara.
SOLUSI MENGURANGI KESENJANGAN DIGITAL
1. Langkah yang terbaik untuk mengurangi
kesejangan digital adalah menyiapkan masyarakat untuk bisa menangani, menerima,
menilai, memutuskan dan memilih informasi yang tersedia. Penyiapan kondisi
psikologis bagi masyarakat untuk menerima, menilai, memutuskan dan memilih
informasi bagi diri mereka sendiri akan lebih efektif dan mendewasakan
masyarakat untuk bisa mengelola informasi dengan baik. Dengan kemajuan
teknologi informasi seseorang atau masyarakat akan mendapat kemudahan akses
untuk menggunakan dan memperoleh informasi. Misalnya dengan mengadakan
penyuluhan kesekolah-sekolah tentang penggunaan Internet.
2.
Pembangunan fasilitas telekomunikasi antara kota
dan desa, sehingga setiap masyarakat yang ingin mengakses informasi dapat
tercapai dengan tersedianya fasilitas telekomunikasi yang memadai. Wartel dan
Warnet memainkan peranan penting dalam mengurangi digital divide. Warung
Telekomunikasi dan Warung Internet ini secara berkelanjutan memperluas
jangkauan pelayanan telepon dan internet, baik di daerah kota maupun desa.
0 komentar: