The Digital Divide | Space Dream

Kamis, 14 Januari 2016

The Digital Divide




KONSEP KESENJANGAN DIGITAL
Konsep “kesenjangan digital” (digital divide) pertama kali diperkenalkan dalam laporan The National Telecommunication and Information Administration (NTIA)—sebuah badan pemerintah federal AS yang mengurusi bidang telekomunikasi dan informasi.
Laporan tersebut memilah warga negara ke dalam dua kelompok: mereka “yang memiliki” dan “tak memiliki” akses pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Kesenjangan digital, sebagaimana ditambahkan Steyn & Johnson (2011), tidak hanya berhubungan dengan akses fisik (baca: infrastruktur). Kesenjangan digital juga berhubungan dengan kesenjangan dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, gender, etnisitas, geografis, dan demografis.
Persoalan kesenjangan ini terus mengiringi perkembangan teknologi informasi. Terlebih bagi negara dunia ketiga, persoalan ini adalah momok bagi pembangunan. Bahkan di negara maju sekali pun, dengan masyarakat yang “melek” terhadap teknologi digital, hambatan dalam akses TIK masih saja terjadi.
Meski jangkauan internet semakin luas, Indonesia masih menyimpan berbagai macam persoalan. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan digital dengan mempercepat penetrasi internet di seluruh Indonesia. Program Indonesia Digital Network (IDN) dihadirkan sebagai solusi bagi konektivitas nasional. Tujuan program tersebut bukan hanya mendukung digitalisasi masyarakat Indonesia, melainkan juga meningkatkan daya saing masyarakat Indonesia dalam menjawab tantangan global yang sudah di depan mata, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 adalah salah satunya.
Tentu, kebijakan ini patut kita apresiasi. Sayangnya, kebijakan ini menempatkan internet sebagai semata-mata entitas bisnis dengan hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi. Alih-alih mengatasi ketimpangan akses internet, solusi konektivitas nasional melalui penanaman investasi teknologi informasi malah berpotensi memperlebar kesenjangan teknologi dan menciptakan eksklusi sosial.
Upaya mengatasi kesenjangan digital tidak cukup dengan hanya menggelontorkan investasi infrastruktur secara besar-besaran. Langkah ini memang terkesan membereskan seluruh persoalan, namun sebenarnya masih menyisakan aspek-aspek penting lain yang tak tersentuh. Pertemuan World Summit on the Information Society yang diselenggarakan oleh PBB telah merumuskan solusi integratif dan berkelanjutan dalam mengatasi problem kesenjangan digital, yakni dengan membangun infrastruktur TIK, membentuk masyarakat informasi, dan edukasi TIK.
Kurangnya perhatian negara dalam edukasi dan pembentukan masyarakat informasi ini ditambal oleh gerakan akar rumput. Gerakan DEMIT adalah salah satu inisiatif yang digerakkan masyarakat desa melalui pengembangan inovasi teknologi informasi berbasis open source. Gerakan ini sukses menggerakkan lebih dari 300 desa di seluruh Indonesia untuk berpartisipasi dan terlibat aktif pembahasan RUU Desa di akhir tahun 2014 silam melalui video conference. Hingga saat ini, DEMIT terus mengkonsolidasikan diri sebagai entitas pembangunan masyarakat desa. Selain itu, salah satu inovasi yang cemerlang lainnya adalah program 1000 web desa gratis dengan domain  Desa.id yang semakin gencar belakangan ini.
Inisiatif warga tersebut menjadi bukti cara mengatasi persoalan kesenjangan digital terutama yang berkaitan dengan literasi dan pembuatan konten-konten digital. Inisiatif-inisiatif seperti ini banyak berkembang di berbagai negara dan dikenal sebagai Community Technology Centers (CTC). Servon (2002) bahkan menulis bahwa, “Orang-orang mulanya pergi ke CTC untuk mendapatkan akses. CTC telah menjadi sebuah institusi komunitas baru.” Inisiatif-inisiatif ini punya potensi besar untuk mengatasi ketimpangan akses TIK, dan bisa dikembangkan menjadi kebijakan inklusi digital (digital inclusion policies). Tujuan dari kebijakan tersebut adalah menciptakan knowledge society yang menyelaraskan proses literasi dengan akses TIK.
Meski demikian, cara mengatasi persoalan kesenjangan digital tidak cukup dengan rumusan kebijakan dan program yang hanya menyasar pada kelompok masyarakat belum melek TIK. Pangkalnya, dalam beberapa kasus dapat kita temukan fakta bahwa persoalan kesenjangan digital bisa terjadi di kalangan masyarakat yang sudah melek sekalipun. Misalnya saja kelompok masyarakat kelas menengah perkotaan yang sering terjebak kedalam situasi histeria massa ketika mereka berinteraksi secara intens dengan internet terutama dalam  media sosial.
Pada konteks ini dapat kita lihat bahwa problem penggunaan internet di Indonesia berkaitan erat dengan apa yang harus dan tidak harus dilakukan. Fenomena seperti konten-konten media digital yang tidak produktif, penyebaran berita-berita hoax, maraknya kriminalisasi warga negara yang terjerat Pasal 27 Ayat 3 UU ITE dan rendahnya literasi adalah fakta yang tak dapat dihindari dari persoalan kesenjangan digital di Indonesia. Konsekuensinya, pada kasus-kasus tersebut, orang-orang yang kurang mengerti atau tidak mengetahui ihwal literasi informasi dapat menggiring terjadinya kekacuan karena larut dalam perilaku kolektif massa (trap from collective behavior). Oleh karena itu, perlu pemahaman terhadap aspek literasi dan penciptaan konten-konten digital.
Penggunaan internet di Indonesia sendiri masih bersifat elitis dan tentu saja bertolak belakang dengan filosofi dasarnya yang mengandaikan kesetaraan. Elitisme internet di Indonesia menyangkut sentralisasi arus informasi yang terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ini menciptakan ketidakmerataan dan kesenjangan dalam memperoleh informasi dan pengetahuan. Bahkan di Pulau Jawa—termasuk masyarakat urban—masih ditemukan jurang yang lebar dalam menangkap pengertian tentang TIK.
Kita ditantang untuk memiliki kecerdasan baru dalam mengelola TIK. Misalnya dengan menaati asas-asas verifikasi karena bagaimana pun, pada saat ini setiap orang berpotensi untuk tahu berbagai macam hal melalui internet. Tentunya, internet harus dapat memberikan manfaat lebih banyak bagi masyarakat tanpa meninggalkan siapa pun di belakang. Terakhir, kita masih terus belajar tentang bagaimana cara menginstalasi TIK kedalam kehidupan sosial politik kita.
PENYEBAB TERJADINYA KESENJANGAN DIGITAL
1. Infrastruktur
2. Kekurangan skill (SDM)
3. Kekurangan isi / materi (content)
4. Kurangnya pemanfaatan akan internet itu sendiri
1.  Infrastruktur
Infrastruktur merupakan sebuah fasilitas pendukung, seperti infrastruktur listrik, internet, komputer dan lain.Contoh gampang mengenai kesenjangan infrastruktur ini, orang yang punya akses ke komputer bisa bekerja dengan cepat. Ia bisa menulis lebih cepat ketimbang mereka yang masih menggunakan mesin ketik manual.
Contoh yang lain, orang yang mempunyai akses ke komputer dan ke Internet, otomatis mempunyai wawasan yang lebih luas ketimbang mereka yang sama sekali tidak punya akses ke informasi di Internet yang serba luas.
2.      Kekuranganskill(SDM)
Sumber daya manusia sangat berpengaruh dalam dunia ilmu teknologi dan informasi karena SDM ini menentukan biasa tidaknya seorang mengoperasikan atau mengakses sebuah informasi.
3.      Kekurangan isi (konten) materi bahasa indonesia
Content berbahasa Indonesia menentukan bisa tidaknya seorang dapat mengerti mengakses Internet, di Indonesia terutama kota-kota tingkat pendidikan sudah lebih tinggi. Jadi, sedikit banyak sudah mengerti bahasa Inggris. Sedangkan yang di desa, seperti petani-petani, mereka masih sangat kurang dalam menggunakan bahasa asing (Inggris).
4. Kurangnya pemanfaatan akan internet itu sendiri.
Berbicara mengenai kesenjangan digital, bukanlah semata-mata persoalan infrastuktur. Banyak orang memiliki komputer, bahkan setiap hari, setiap jam- bisa mengakses Internet tetapi "tidak menghasilkan apapun".
Misal, ada seorang remaja punya akses ke komputer dan Internet. Tapi yang dia lakukan hanya chatting yang biasa-biasa saja. Tentu saja, ia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh teknologi digital. Itu artinya, kesenjangan digital tidak hanya bisa dijawab dengan penyediaan infrastruktur saja. Infrastruktur tentu dibutuhkan tetapi persoalannya adalah ketika orang punya komputer dan bisa mengakses Internet, pertanyaan berikutnya adalah, "apa yang mau diakses? Apa yang mau dia kerjakan dengan peralatan itu, dengan keunggulan-keunggulan teknologi itu.

DAMPAK POSITIF dan NEGATIF KESENJANGAN DIGITAL
·         Dampak Positif
Dampak positif kesenjangan digital bagi sebagian orang yang belum mengenal atau menerapkan teknologi adalah masyarakat dapat termotifasi untuk ikut ambil bagian dalam peningkatan teknologi informasi.
            Teknologi informasi merupakan teknologi masa kini yang dapat menyatukan atau menggabungkan berbagai informasi, data dan sumber untuk dimanfaatkan sebagai ilmu bagi kegunaan seluruh umat manusia melalui penggunaan berbagai media dan peralatan telekomunikasi modern. Dengan menggunakan berbagai media, peralatan telekomunikasi dan computer canggih, Teknologi Informasi akan terus berkembang dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan peradaban umat manusia di seluruh dunia. Kemajuan peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad informasi ini telah memudahkan manusia berkomunikasi antara satu dengan lainnya.
·         Dampak Negatif
Dampak negatif kesenjangan digital adalah bagi mereka yang mampu menghasilkan teknologi dan sekaligus memanfaatkan teknologi memiliki peluang lebih besar untuk mengelola sumber daya ekonomi, sementara yang tidak memiliki teknologi harus puas sebagai penonton saja. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin.
Kemajuan Teknologi Informasi itu terlahir dari sebuah kemajuan zaman, bahkan mungkin ada yang menolak anggapan, semakin tinggi tingkat kemajuan yang ada, semakin tinggi pula tingkat kriminalitas yang terjadi. Kehadiran internet ditengah masyarakat menimbulkan dampak positif dan Negatif, ibarat sebilah pisau, tergantung pemakainnya. Bila digunakan untuk hal-hal yang benar dan bermanfaat akan sangat membantu menyelesaikan pekerjaan, tetapi jika jatuh ditangan orang jahat akan membahayakan orang lain. Misalnya ; Pembobolan Kartu Kredit, pembobolan kartu kredit (Credit Card Fraud) dengan modus mencuri dan memalsukan kartu kredit. Perbuatan ini menimbulkan kerugian pada pemilik kartu Bank penerbit bahkan merugikan Negara.

SOLUSI MENGURANGI KESENJANGAN DIGITAL
1.    Langkah yang terbaik untuk mengurangi kesejangan digital adalah menyiapkan masyarakat untuk bisa menangani, menerima, menilai, memutuskan dan memilih informasi yang tersedia. Penyiapan kondisi psikologis bagi masyarakat untuk menerima, menilai, memutuskan dan memilih informasi bagi diri mereka sendiri akan lebih efektif dan mendewasakan masyarakat untuk bisa mengelola informasi dengan baik. Dengan kemajuan teknologi informasi seseorang atau masyarakat akan mendapat kemudahan akses untuk menggunakan dan memperoleh informasi. Misalnya dengan mengadakan penyuluhan kesekolah-sekolah tentang penggunaan Internet.
2.    Pembangunan fasilitas telekomunikasi antara kota dan desa, sehingga setiap masyarakat yang ingin mengakses informasi dapat tercapai dengan tersedianya fasilitas telekomunikasi yang memadai. Wartel dan Warnet memainkan peranan penting dalam mengurangi digital divide. Warung Telekomunikasi dan Warung Internet ini secara berkelanjutan memperluas jangkauan pelayanan telepon dan internet, baik di daerah kota maupun desa.

SUMBER : KESENJANGAN DIGITAL
       REMOTIVI

0 komentar: